Enter Header Image Headline Here

Rabu, 28 Desember 2011

A. Definisi
Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobaterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. (Kapita Selekta Kedokteran, jilid 2 edisi ke-3).

Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobaterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (Asih & Effendi 2004).

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke tubuh bagian yang lain sistem peredaran darah, peredaran limfe, melalui saluran pernapasan atau menyebar langsung ke organ-organ tubuh yang lain (Brunner & Suddarth, 2002).


D. Etiologi
Tuberculosis (TB) paru disebabkan oleh kuman-kuman tahan asam mycobaterium tuberculosis, jenis kuman batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Kuman ini mempunyai sifat khusus yakni tahan asam pada pewarnaan (BTA). Kuman TB dapat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman ini dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
TB Paru merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TB dapat menularkan penyakit kepada 10 orang disekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi mycobaterium tuberculosis. Dalam hal ini imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.

E. Tanda dan Gejala.
Adapun tanda dan gejala penyakit Tuberculosis Paru, antara lain :
1. Batuk terus menerus selama 3 minggu atau lebih.
2. Dahak bercampur darah.
3. Batuk darah.
4. Sesak napas dan nyeri dada.
5. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise (rasa kurang enak badan), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
6. Pembesaran kelenjar limfe suferfisialis yang tidak sakit dan biasanya multifel.

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah), dapat menyebabkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbat jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat dari retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis dan fibrosis pada paru.
4. Pnemuotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

G. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang.
- Tuberulin skin testing.
Pembacaan hasil uji tuberculin dilakukan setelah 48-72 jam, dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberculin bisa di ulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm keatas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontak erat dengan penderita TB aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif.

- Kultur sputum : Mycobaterium tuberculosis positif pada tahap akhir penyakit.
- Poto torak : Infiltnasi lesi awal pada area paru atas, pada tahap ini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
- Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
- Darah : peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED).
- Spirometri : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

G. Penatalaksanaan medis / pengobatan.
1. Motivasi dan pendidikan meliputi TB paru, merupakan penyakit menular dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur paling sedikit 6 bulan.
2. Istirahat kerja 1-3 bulan dan tidak merokok.
3. Diet tinggi protein rendah karbohidrat.
4. Obat anti tuberkulosis tergantung kolagen.

Prinsip pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) :
1. Pengobatan minimal dengan 2 OAT.
2. Panduan yang diberikan sebaiknya jangka pendek : yaitu panduan yang mengandung rifampisisn diberikan selama 6-9 bulan.
3. Pengobatan dibagi 2 fase :
a. fase awal. Diberikan setiap hari selama 2-3 bulan efek yang ingin dicapai adalah efek bakterisida.
b. Fase lanjut. Diberikan tiap / berkala selama 4-11 bulan.
4. Pemberian dosis sebaiknya berdasarkan berat badan
a. INH dosis 10-20 mg/kg BB/hari diberikan 2-3 kali/hari.
b. Streptomisin : 30-50 mg/kg BB/hari dosis tunggal.
c. Ethambutol : 10-20 mg/kg BB/hari per os dibagi 2-3 dosis.
2.2 Konsep Keperawatan
A. Pengkajian.
• Airway :
a. Terdapat sekret pada saluran napas.
b. Klien batuk, kemudian sputum kuning kental.
c. MK : Bersihan jalan napas tidak efektif.
• Breathing :
a. Sesak napas kemungkinan ada.
b. Bunyi napas ronchi.
c. Terdapat penggunaan otot-otot pernapasan tambahan.
d. Batuk ada, sputum kuning kental.
e. MK : Pola napas tidak efektif.
• Circulation :
a. Nadi meningkat.
b. Irama tidak teratur.
c. Tekanan darah < 120/80 mmHg. d. Distensi vena jugularis (+). e. Klien bisa mengalami sianosis. • Drugs and disability : a. Drud : penggunaan obat antibiotik. b. Disability : kesadaran klien compos mentis. • Exposure : a. Edema tidak ditemukan. b. Nyeri pada dada bisa dialami oleh klien akibat dari batuk yang terus-menerus. • Fluid : a. Perdarahan tidak ditemukan. • Get vital sign : a. Tekanan darah menurun < 120/80 mmHg. b. Pols > 82 x/menit.
c. RR > 24 x/menit.
d. Temperatur 36-37 C.
• Head to toe :
a. Kepala : bentuk simetris, tidak ada masa, warna rambut hitam, tidak mudah rontok.
b. Wajah : mata konjungtiva tidak anemis, skelera ikterus, pupil isokor, hidung tidak ada perdarahan (epitaksis), mukosa bibir kering.
c. Leher : tidak ada pembesaran pada vena jugularis dan tiroid.
d. Dada :
 Paru-paru : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan pada torak, tidak ada sumbatan jalan napas, bunyi pada sonor, bunyi napas vesikuler.
 Jantung : tidak ada massa, tidak teraba pengisisan kapiler, redup pada lapang paru.
 Abdomen : bentuk simetris, datar, peristaltik usus 10 x/menit, suara tympani, tidak ada massa.
 Genetalia : tidak ada kelainan.
 Ekstremitas : tidak ditemukan adanya edema, luka pada kaki, maupun tangan.



B. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan upaya batuk buruk, atau edema trakeal / faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya ke efektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, serta kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.

C. Rencana Tindakan Keperawatan.
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Intervensi :
• Kaji fungsi pernapasan : bunyi nafas, kecepatan, kedalaman, dan penggunaan otot aksesori.
• Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
• Berikan klien posisi semi fowler, ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea, suction bila perlu.
• Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
• Lembabkan udara / oksigen inspirasi.
• Berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.

Rasional :
• Penurunan bunyi nafas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihkan jalan nafas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
• Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
• Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
• Mencegah obstruksi. Suction dilakukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret.
• Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan.
• Mencegah pengeringan membran mukosa.
• Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
• Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas.
Intervensi :
• Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal.
• Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
• Anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
• Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
• Monitor GDA
• Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional :
• Tuberkulosis paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion, dan meluasnya fibrosis dengan gejala respirasi distress.
• Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenisasi di organ vital dan jaringan.
• Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
• Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
• Menurunnya saturasi oksigen (Pa O2) atau meningkatnya Pa CO2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.
• Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi.
Intervensi :
• Review patologi penyakit fase aktif / tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa, ciuman, atau menyanyi.
• Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
• Anjurkan klien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
• Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
• Monitor temperatur.
• Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
• Pemberian terapi INH, Enthabutol, Rifampisin.
• Monitor sputum BTA.


Rasional :
• Membantu klien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
• Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
• Untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
• Mengurangi resiko penyebaran infeksi.
• Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
• Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
• INH adalah obat pilihan bagi penyakit tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya.
• Untuk mengawasi ke efektifan obat dan efeknya serta respon klien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Intervensi :
• Catat status nutrisi klien.
• Kaji pola diet klien yang disukai / tidak disukai.
• Mengukur intake dan output secara periodik.
• Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi.
• Anjurkan bedrest.
• Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
• Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
• Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
• Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum / setelah makan.
• Awasi pemeriksaan laboratorium
• Berikan antipiretik tepat.

Rasional :
• Berguna dalam mengindentifikasikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
• Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
• Mengukur ke efektifan nutrisi dan cairan.
• Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasikan pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
• Membantu menghemat energi khusus, saat demam terjadi peningkatan metabolik.
• Mengurangi rasa tidak enak dari sputum otau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
• Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
• Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
• Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
• Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
• Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi kalori.
D. Kriteria Hasil / Evaluasi.
• Ke efektifan bersihan jalan nafas.
• Fungsi pernapasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu.
• Perilaku / pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
• Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
• Pemahaman tentang proses penyakit / prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobaterium tuberculosis yang dapat menular melalui udara.
2. Proses respirasi dapat dibagi dalam 4 bagian :
• Proses ventilasi.
• proses difusi.
• Proses transportasi.
• Proses regulasi.
3. Saluran pernapasan :
• Saluran pernapasan atas :
a. Hidung.
b. Farynx.
c. Larynx.
• Saluran pernapasan bawah :
a. Trakea.
b. Bronchus.
c. Bronchiolus.
d. Alveoli.
4. Otot-otot bantu pernapasan :
• Otot diafragma.
• Otot antar tulang iga (ostales).


5. Fungsi paru-paru :
• Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan Karbondioksida dari alveoli ke udara atmosfer.
• Menyaring bahan beracun dari sirkulasi.
• Reservoir darah.
• Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas.
6. Tanda dan gejala Tuberkulosis Paru :
• Batuk terus menerus selama 3 minggu atau lebih.
• Dahak bercampur darah.
• Batuk darah.
• Sesak napas dan nyeri dada.
• Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise (rasa kurang enak badan), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
• Pembesaran kelenjar limfe suferfisialis yang tidak sakit dan biasanya multifel.
7. Komplikasi :
• Hemoptisis berat.
• Kolaps dari lobus akibat dari retraksi bronchial.
• Bronkiektasis dan fibrosis pada paru.
• Pnemuotorak spontan.
8. Pemeriksaan Diagnostik :
• Tuberulin skin testing.
• Kultur sputum.
• Poto torak.
• Bronchografi.
• Darah.
• Spirometri.
9. Pengobatan :
• Istirahat kerja 1-3 bulan dan tidak merokok.
• Diet tinggi protein rendah karbohidrat.
• Pemberian obat INH dosis 10-20 mg/kg BB/hari diberikan 2-3 kali/hari, Streptomisin 30-50 mg/kg BB/hari dosis tunggal, Ethambutol 10-20 mg/kg BB/hari per os dibagi 2-3 dosis.
10. Diagnosa keperawatan :
• Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan upaya batuk buruk, atau edema trakeal / faringeal.
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya ke efektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
• Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, serta kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
• Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
11. Evaluasi :
• Ke efektifan bersihan jalan nafas.
• Fungsi pernapasan adekuat untuk memnuhi kebutuhan individu.
• Perilaku / pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
• Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
• Pemahaman tentang proses penyakit / prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.





















DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3. Jakarta : EGC

Doengoes, M.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta : EGC

Scanion, Valerie C. 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi, edisi 3. Jakarta : EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC

0 comments:

Posting Komentar

Recent Posts

Categories

Unordered List

*

  • Web
  • Blog Anda
  • Text Widget

    Blog Archive

    Total Tayangan Halaman

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Kajian.Net