Enter Header Image Headline Here

Jumat, 19 April 2013

CVD


BAB I
PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian pada manusia. Dari semua kasus cedera kepala di Amerika Serikat tahun 1985, 49% disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor dan jatuh merupakan penyebab umum kedua. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 dan 90.000 orang setiap tahun mengalami penurunan intelektusi atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alkohol dalam darah terdeteksi lebih dari 50% pasien cedera kepala yang diterapi diruang darurat. Lebih dari setengah dari seua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemia pada pasien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya.
Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan intracranial (TIK).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Definisi
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) yang terdiri dari fraktur tengkorak, komusio (gegar) serebri, kontusio (memar) atau laserasi dan perdarahan serebral (subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidemic sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan.
Hematoma subdural adalah akumulasi darah di bawah lapisan meningeal durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak.

2.2.    Etiologi
Disebabkan kecelakaan lalu lintas (kendaraan motor, mobil) dan jatuh.

2.3.    Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan ketergantungan pada besarnya dan distribusi cedera otak
-          Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur
-          Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada daerah tersebut
-          Fraktur pada basal hilang tengkorak seringkali menyebabkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah mungkin akan terlihat pada konjungtiva.
-          Ekimosis mungkin terlihat diatas mastoid (tanda Battle)
-          Drainase cairan serebro spinal dari telinga dan hidung menandakan fraktur basal tulang tengkorak.
-          Drainase csf dapat menyebabkan infeksi serius yaitu meningitis, melalui robekan durameter.
-          Cairan serebro spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak atau konstusio.

2.4.    Jenis-jenis Cedera Kepala
Cedera pada kepala dapat mengenai kulit kepala, tengkorak dan otak
1.      Cedera Kulit Kepala
Bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera dalam. Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avuiasi. Suntikan prakain melalui subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
2.      Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
3.      Cedera Otak
Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena kerusakan yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja. Dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Cedera otak serius dapat terjadi, dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak.
a.       Komosio
Komosio serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi tengkorak sementara tanpa kerusakan struktur.
Kriteria :
-          Kerusakan menurun dari 15 menit
-          Amnesia retrograde
-          Gejala vegetatif : mual, muntah. Pucat, TD tinggi
-          Tidak ada gejala neurologi
-          EEG normal
-          Tidak ada kerusakan struktur
b.      Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi pasien berada pada periode tidak sadarkan diri.
Kriteria
-          Kesadaran menurun lebih dari 15 menit (jam, hari, minggu)
-          Anesia retrogiade dari pase trauatik
-          Kelainan syarat otak, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
c.       Hemoragi Intrakranial
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi didalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural atau intraserebral, tergantung pada lokasinya.
d.      Hematoma Epidural
Setelah cedera kepala, darah berkumpul didalam ruang epidura (ektradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meninggi tengah putus atau rusak (larasati), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporan : hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.


Penyebab :
Pecahnya A. meningfe media atau cabangnya
Bila yang pecah A. Meningen mengakibatkan fatal
Bila yang pecah cabangnya kemungkinan dapat ditolong

Gejala Klinis Khas
1.      Free internal perio yaitu adanya waktu bebas gejala (FIP)
Waktu trauma kesadaran menurun, karena mirip commotio.
Kesadaran normal kembali, dan setelah beberapa saat 6-24 jam
Kesadaran menurun kembali dan terus ke koma
2.      Gangguan N III karena herniasi sensori
Ptosis
Pupuli : Pada sisi pendarahan pertama-tama sempit kemudian lebar
              Reflek cahaya (-)      
3.      Hemifarase
4.      Gangguan pernapasan karena tekanan pada batang otak
e.       Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, suatu ruang ini pada keadaan normal diisi oleh cairan. Paling sering disebabkan oleh trauma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dan aneurisma. Hemoragi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruangan subdural.
Gejala Klinis Perdarahan Subdural
1.      Gangguan kesadaran yang naik turun
2.      Pupil edema +
3.      Hemiparase
Perdarahan subdural menimbulkan penekanan pyramidal baik di hemiparase atau penekanan karena satu herniase sensori.
4.      CT Scan
Arteriogrofi : Pada AP foto tampak gambaran bahwa cabang arteri tidak sampai keperifer, tetapi antara ujung pembuluh darah dan dinding bagian dalam tengkorak terdapat zona bebas.
f.       Hemoragi Intraserebral
Hemoragi intraserebral adalah perdarahan kedalam substansi otak hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kekepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak : cedera tumpul).
Syaraf Otak
N I







N II
N III
N IV
N V
N VI




N VII

N VIII
N IX,X,XI
:







:
:
:
:
:




:

:
:
Sering terganggu karena terletak pada ujung otot yang sering menjalani sheraing.
Banyak disebabkan fraktur OS, tribrifarm di dasar fosa anterior
Kelainan berupa gangguan pada penciuman baru dikeluhkan atau diketahui setelah menderita sadar berupa nafsu makan menurun
5% penderita trauma cepitis menderita gangguan ini.
Terutama pada trauma dekat orbita, didaerah frontal
-
Jarang
Biasanya hanya pada cabang supra orbitalnya
Letaknya didasar tengkorak akan timbul diplopia, bila diplopia terjadi segera setelah trauma prognosa jelek menjadi trauma lambung.
Bila timbul setelah beberapa hari berarti akibat oedema, dapat dikurangi dengan karbion.
Kerusakan terjadi dicundis fosiolis seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga
Gangguan pendengaran maupun keseimbangan
Jarang karena letaknya dekat dengan medula dan bila terjadi penderita meninggal bila terkena syaraf-syaraf tersebut.

2.5.    Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera.
1.      Mekanisme : Berdasarkan adanya penetrasi durameter
-          Trauma tumpul      : Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
  Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
-          Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2.      Keparahan cedera ringan sedang berat
-          Ringan       : Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
-          Sedang      : GCS 9-13
-          Berat         : GCS 3-8
3.      Morfologi
-          Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/stelatum : depresi / non depresi ;
  terbuka / tertutup
Basis          : Dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan / tanpa
  kelumpuhan nervus VII
-          Lesi intrakranial
Fokal         : Epidural, subdural, intraserebral
Difus         : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus




2.6.    Penatalaksanaan
Pedoman resusitasi dan penilaian awal
1.      Menilai Jalan Napas
Bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2.      Menilai Pernapasan
Tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi, jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95%. Jika jalan napas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang adikuat (PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serata saturasi O2 > 95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesin.
3.      Menilai Sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentelerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intrabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang jalur intravena yang besar, ambil daerah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloig. Sedangkan larutan kristaloid (dekstrosa dan dektrosa dalam salin) menimbulkan eksasersebasi edema otak pascacedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia dan hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
4.      Obat Kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah kepala dan harus diobati. Mula-mula berkan diazepam 10 mg intravena perlaha-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg / kg BB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg / menit.
5.      Menilai Tingkat Keparahan
a.       Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
-          Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
-          Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
-          Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
-          Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala.
-          Tidak adanya kriteria cedera sedang berat
b.      Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
-          Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
-          Konkusi
-          Amnesia pasca-trauma
-          Muntah
-          Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotipanum, otorea atau rinorea cairan serebrospinal)
-          Kejang
c.       Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
-          Skor skala koma Glosgow 3-8 (koma)
-          Penurunan derajat kesadaran secara progresif
-          Tanda neurologis fokal
-          Cedera kepala penetrasi atau tereba fraktur depresi kramum





Tabel skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scala, GSC)
Buka Mata (E)
Respons Motorik Terbaik (M)
Respons Verbal Terbaik (V)
4 = Spontan
3 = Dengan perintah
2 = Dengan rangsang nyeri
1 = Tidak ada reaksi
6 = Mengikuti perintah
5 = Melokalisisr nyeri
4 = Menghindari nyeri
3 = Fleksi abnormal
2 = Ekstensi abnormal
1 = Tidak ada gerakan
5 = Orientasi baik dan sesuai
4 = Disorientasi tempat dan waktu
3 = Bicara kacau
2 = Mengerang
1 = Tidak ada suara





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
Riwayat kesehatan meliputi pertanyaan berikut ini :
·     Kapan cedera terjadi ?
·     Apa penyebab cedera ? peluru kecepatan tinggi ? objek yang membentur kepala? jatuh ?
·     Dari mana arah dan kekuatan pukulan ?
·     Apakah ada kehilangan kesadaran ? durasi periode tidak sadar atau amnesia setelah cedera kepala menunjukkan derajat kerusakan otak berarti dimana perubahan selanjutnya dapat menunjukkan pemulihan terjadinya kerusakan otak sekunder.

Dasar data pengkajian pasien
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
¨      Aktivitas atau istirahat
Gejala  : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi
              Hemiparase, quadreplegia
  Ataksia cara berjalan tak tegap
  Masalah dalam keseimbangan
  Cedera (trauma) ortopedi
  Kehilangan tonus otot-otot spastik
¨      Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
  Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, distrimia)
¨      Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif
¨      Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
¨      Makanan / cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektif)
 Gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
¨      Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian jatuh, vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tangling, baal pada ekstremitas.
               Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.
               Gangguan pengecapan dan juga penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma
  Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah
Pengaruh emosi/tingkah laku dan memori
Perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti
Kehilangan pengindraan, seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran
Wajah tidak simetri
Genggaman leah, tidak seimbang
Reflek tendon dalam tidak ada atau leah
Apraksia, hemiparese, quadreplagia
Postur (dekortikasi, deserabrasi), kejang
Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan
Kehilangan sensasi sebagian tubuh
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
¨      Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
¨      Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak
Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)
¨      Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/dislokasi
Gangguan penglihatan
Kulit : Laserasi, abrasi, perubahan warna seperti “Raccoon eye” tanda batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS)
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
Mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh

¨      Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disantria, anomia
¨      Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol/obat lain
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama rawat 12 hari
Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang atau penempatan fasilitas lainnya dirumah.
¨      Pemeriksaan Diagnostik
·         Skan CT (tanpa/dengan kontar) : mengidentifiaksi adanya SOI, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran, jaringan otak. Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
·         MRI : sama dengan scan Ct dengan/tanpa menggunakan kontras
·         Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
·         EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
·         Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya frahmen tulang.
·         BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak.
·         PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
·         Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid
·         GDA (Gas darah arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK
·         Kimia / elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental
·         Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran
·         Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingakt terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang


















2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dnegan edema serebral
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler cedera pada pusat pernapasan otak
3.      Perubahan persepsi-persepsi berhubungan dengan tranmisi trauma atau defisit neurologis
4.      Perubahan proses pikir (defisit : fungsi intelektual, komunikasi, ingatan, proses informasi) yang berhubungan dengan cedera otak
5.      Resiko mobilitas yang berhubungan dengan penurunan kekuatan, terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan
6.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak dan prosedur invasif
7.      Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan metabolisme, pembatasan cairan, dan asupan yang tidak adekuat.
8.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional.
9.      Kurang pengertahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengiat, tidak mengenal informasi dan keterbatasan kognitif.









¨      Perubahan perpusi jaringan berhubungan dengan edema serebral
Intervensi
Mandiri
Ø  Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nioai standar (misalnya skala koma Glascow)
Rasionalnya : mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP dan menentukan tingkat kesadaran.
Ø  Pantau tanda vital, catat adanya hipertensi sistolik secara terus-menerus dan tekanan nadi yang semakin berat, observasi terhadap hipertensi pada pasien yang mengalami trauma multiple.
Rasionalnya : peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningakatan TIK.
Ø  Frekuensi jantung, catat adanya brakikardia, takikardia atau bentuk distrimia lainnya.
Rasionalnya : perubahan ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya depresi atau trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
Ø  Pantau pernafasan meliputi pola dan iramanya seperti adanya periode apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan Chene-Stokes
Rasionalnya : napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral/peningkatan TIK
Ø  Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral. Sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
Rasionalnya : kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena, yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
Ø  Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
Rasionalnya : petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.

Kolaborasi
Ø  Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasionalnya : meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadinya peningkatan TIK
Ø  Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Beri cairan melalui IV dengan alat kontrol.
Rasionalnya :pebatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral ; meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK.
Ø  Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasionalnya : menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

Mandiri
Ø  Pantau GAD/tekanan oksmetri
Rasionalnya : menentukan kecukupan pernafasan (kemunculan dari hipoksia/asidosis) dan mengindikasikan kebutuhan akan terapi.
Ø  Berikan obat sesuai dengan indikasi
Ø  Diuretik contohnya manitol (osmitrol) ; furosemid (lasix)
Rasionalnya : diuretic dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Ø  Streroid, contohnya deksametason (decadron) ; metal prednisolon (medrol)
Rasionalnya : menurunkan inflamsi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Ø  Antikonvulsan, contohnya fenitoin (dilatin)
Rasionalnya : obat pilihan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
Ø  Klopramasin (thorazine)
Bermanfaat dalam mengatasi adanya kelainan bentuk tubuh dan  menggigil yang mana dapat meningkatkan TIK catatan obat ini dapat menurunkan ambang kejang atau sebagai presipitasi toksisitas terhafap dilatin
Ø  Analgenik sedang, seperti kodein
Rasionalnya : dapat dihasilkan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negatif pada TIK tetapi harus digunakan dengan hati-hati untuk mencegah gangguan pernafasan
Ø  Sedative, contohnya defenhidramin (Benadril)
Rasionalnya : mungkin digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi
Ø  Antiperitik, contohnya asetaminofen (Tylenol)
Rasionalnya : menurunkan atau mengendalikan demam dan mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen
Ø  Persiapan untuk pembedahan jika diperlukan
Rasionalnya : kraniotomi atau trefinasi mungkin diperlukan untuk memindahkan fragmen tulang, evakuasi hematom, mengendalikan hemoragik, dan membersihkan jaringan nekrotik.

¨      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler cedera pada pusat pernafasan otak.
Intervensi
Mandiri
Ø  Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Rasionalnya : perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
Ø  Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasionalnya : untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
Ø  Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar.
Rasionalnya : mencegah atau menurunkan atelektasis.
Ø  Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal (sepert krekels, ronki, mengi).
Rasionalnya : untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigen serebral atau menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala)
Ø  Pantau penggunaan dari obat-obatan depresan pernafasan seperti sedatif.
Rasionalnya : dapat meningkatkan gangguan atau komplikasi pernapafasan.

Kolaborasi
Ø  Pantau atau gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri
Rasionalnya : menetukan kecukupan pernafasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Ø  Lakukan ronsen teraks ulang.
Rasionalnya : melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang (seperti atelektasis atau bronkopneumonia)
Ø  Berikan oksigen
Rasionalnya : memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Ø  Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
Rasionalnya : walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut namun tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan nafas dan menurunkan resiko atelektasis atau komplikasi paru lainnya.

¨      Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan transmisi trauma atau defisit neurologis
Intervensi
Mandiri
Ø  Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara alam perasaan atau afektif, sensorik dan proses pikir
Rasionalnya : fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi oksigen.
Ø  Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
Rasionalnya : informasi penting untuk keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningaktan atau penurunan sensitivitas.
Ø  Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata.
Rasionalnya : pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
Ø  Pastikan/validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan.
Rasionalnya : membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi. Gangguan fungsi kognitif dan penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
Ø  Buat jadwal istirahat yang adekuat atau periode tidur tanpa ada gangguan
Rasionalnya : mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatan gangguan persepsi sensorik)

Kolaborasi
Ø  Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi, terapi wicara, dan terapi kognitif.
Rasionalnya : pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif dan keterampilan perseptual.

¨      Perubahan proses fikir berhubungan dengan fisiologis : konflik psikologis
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji rentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien.
Rasionalnya : rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.
Ø  Berikan penjelasan mengenai prosedur dan tekanan kembali penjelasan yang diberikan itu oleh sejawat lain. Berikan informasi tentang proses penyakit yang ada hubungannya dengan gejala yang muncul.
Rasionalnya : kehilangan struktur internal (perubahan dalam memori, alasan dan kemampuan untuk membuat konseptual) menimbulkan ketakutan baik terhadap pengaruh proses yang tidak diketahui maupun retensi terhadap informasi, ansietas yang kompleks, kebingungan, dan disorientasi.
Ø  Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang wajar
Rasionalnya : penguatan terhadap tingkah laku yang positif (seperti interaksi yang sesuai dengan orang lain) mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur internal.
Ø  Anjurkan pada orang terdekat untuk memberikan berita baru/keadaan keluarga dan sebagainya.
Rasionalnya : meningkatkan terpeliharanya kontak dengan keadaana yang biasa terjadi yang akan meningkatkan orientasi realitas dan berfikir normal.
Ø  Intruksikan untuk melakukan teknik relaksasi. Berikan aktivitas yang beragam
Rasionalnya : dapat membantu untuk memfokuskan kembali perhatian pasien dan untuk menurunkan ansietas pada tingkat yang ditanggulangi.

Kolaborasi
Ø  Koordinasikan/ikut sertakan pada pelatihan kognitif atau program rehabilitasi sesuai indikator.
Rasionalnya : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk kompensasi gangguan pada kemampuan berfikir dan mengatasi masalah konsentrasi, memori, daya penilaian, tuntutan dan menyelesaikan masalah.

¨      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)
Rasionalnya : pasien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan bantuan/peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2) ; memerlukan bantuan / peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3) ;  atau tergantung secara total pada pemberian asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan mobilisasi
Ø  Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
Rasionalnya : perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
Ø  Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasionalnya : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunakn terjadinya vena yang statis.
Ø  Intruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan menggunakan alat mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
Rasionalnya : proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
Ø  Berikan perawatan kulit dengan cermat, manase dengan pelembab, dan ganti linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang)
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunakn resiko terjadinya ekskoriasi kulit.

¨      Resti infeksi berhubungan dengan kulit rusak, prosedur invasif
Intervensi
Mandiri
Ø  Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik
Rasionalnya : cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial
Ø  Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan sebagainya), catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasionalnya : deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Ø  Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil, diaforesis, dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
Rasionalnya : dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Ø  Anjurkan untuk melakukan nafas dalam. Latihan pengeluaran sekret paru secara terus-menerus, observasi karakteristik sputum.
Rasionalnya : meningkatkan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia. Atelektasis. Catatan : drainase postural harus digunakan dengan hati-hati jika ada resiko terjadinya peningkatan TIK.
Ø  Berikan perawatan perineal. Pertahankan integritas dari sistem urine tertutup jika menggunakannya. Anjurkan untuk minum adekuat.
Rasionalnya : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau infeksi yang menambah naik.
Ø  Observasi warna / kejernihan urine. Catat adanya bau busuk (yang tidak enak)
Rasionalnya : sebagai indikator dari perkembangan infeksi pad aslauran kemih yang memerlukan tindakan dengan segera.

            Kolaborasi
Ø  Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasionalnya : terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma (perlukaan), kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Ø  Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi
Rasionalnya : kultur/sensitivitas, pewarnaan gram dapat dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.
¨      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran)
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
Rasionalnya : faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
Ø  Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang hiperaktif.
Rasionalnya : fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedera kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau berkembangnya komplikasi, seperti paralitik ileus.
Ø  Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasionalnya : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
Ø  Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur
Rasionalnya : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerja sama pasien saat makan.
Ø  Kaji fase, cairan lambang, muntah darah dan sebagainya
Rasionalnya : pendarahan suakut/akut dapat terjadi (ulkus curhing) dan perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makan.

Kolabosi
Ø  Konsultasi dengan ahli gizi
Rasionalnya : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasikan kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit, sekarang (trauma jantung/masalah metabolisme)
Ø  Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti albumin darah, tranferin, keadaan asam amino, zat besi, ureum/kreatinin, elektrolit darah.
Rasionalnya : mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan respons terhadap terapi nutrisi tersebut.

¨      Perubahan proses keluarga dengan transisi dan krisis situasi
Intervensi
Mandiri
Ø  Anjurkan keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi perhatiannya tentang keseriusan kondisi, kemungkinan untuk meninggal, atau kecacatan (ketidakmampuan)
Rasionalnya : pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan koping terhadap realitas.
Ø  Berikan penguatan awal terhadap penjelasan tentang luasnya trauma, rencana pengobatan, dan prognosisnya. Berikan informasi yang tepat dan akurat pada tingkat pemahaman yang dapat diterima saat ini.
Rasionalnya : pasien/orang terdekat tidak dapat menyerap/memahami semua informasi yang disampaikan dan hambatan dapat terjadi sebagai akibat dari emosi karena trauma.
Ø  Kaji kekuatan yang dimiliki, seperti apakah usaha pengambilan keputusan bermanfaat atau malah tidak ada gunanya.
Rasionalnya : mungkin memerlukan bantuan untuk memfokuskan kekuatan agar menjadi efektif/meningkatkan koping.
Ø  Tentukan dan anjurkan untuk menggunakan cara-cara koping tingkah laku yang cukup berhasil yang sebelumnya dilakukan
Rasional : berfokus pada kekuatan dan penguatan kemampuan khusus.

Kolaborasi
Ø  Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan perawatan/pengambilan keputusan
Rasionalnya : memfasilitasi komunikasi, memungkinakn keluarga untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol.

¨      Kurang pengetahuan : kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang informasi
Intervensi
Mandiri
Ø  Evalusi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga kelurganya.
Rasionalnya : memungkinakn untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual
Ø  Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengaruh sesudahnya.
Rasionalnya : membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
Ø  Berikan kembali/berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang, identifikasi program yang kontinu setelah proses penyembuhan.
Rasionalnya : aktivitas, pembatasan, pengobata/kebutuhan terapi yang direkomendasikan diberikan/disusun atas dasar pendekatan antar disiplin dan evaluasi amat penting untuk perkembangan pemulihan/pencegahan terhadap komplikasi.
Ø  Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Rasionalnya : berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual
Ø  Identifikasi tanda/gejala adanya faktor resiko secara individual, seperti kebocoran CSS yang lama, kejang pasca trauma.
Rasionalnya : mengenal berkembangnya masalah memberikan kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius.
Ø  Pastikan/validasi persepsi pasien dan memberikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan.
Rasionalnya : membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi. Gangguan fungsi kognitif dan penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
Ø  Buat jadwal istirahat yang adekuat atau periode tidur tanpa ada gangguan
Rasionalnya : mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensorik).

Kolaborasi
Ø  Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi, terapi wicara, dan terapi kognitif.
Rasionalnya : pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik, kognitif dan keterampilan perseptual.




¨      Perubahan proses fikir berhubungan dengan fisiologis : konflik psikologis
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji tentang perhatian. Kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien.
Rasionalnya : rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.

¨      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4).
Rasionalnya : pasien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan bantuan / peralatan yang minimal (nilai 1) ; memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2) ; memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3); atau tergantung secara total pada pemberian asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
Ø  Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
Rasionalnya : perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
Ø  Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasionalnya : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
Ø  Intruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunakan alat mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisiapsi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
Rasionalnya : proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
Ø  Berikan perawatan kulit dengan cermat, manase dengan pelembab, dan ganti linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang)
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskorriasi kulit.
Ø  Berikan penjelasan mengenai prosedur dan tekankan kembali penjelasan yang diberikan itu oleh sejawat lain. Berikan informasi tentang proses penyakit yang ada hubungannya dengan gejala yang muncul.
Rasionalnya : kehilangan struktur internal (perubahan dalam memori, alasan dan kemampuan untuk membuat konseptual) menimbulkan ketakutan baik terhadap pengaruh proses yang tidak diketahui maupun retensi terhadap informasi, ansietas yang kompleks, kebingungan, dan diserientasi.
Ø  Tingkatkan sosialisasi dalam batas-batas yang wajar
Rasionalnya : penguatan terhadap tingkah laku yang positif (seperti interaksi yang sesuai dengan orang lain) mungkin bermanfaat dalam proses belajar struktur internal
Ø  Anjurkan pada orang terdekat untuk memberikan berita baru/keadaan keluarga dan sebagainya.
Rasionalnya : meningkatkan terpeliharanya kontak dengan keadaan yang biasa terjadi yang akan meningkatkan orientasi realitas dan berfikir normal
Ø  Intruksikan untuk melakukan teknik relaksasi. Berikan aktivitas yang beragam
Rasionalnya : dapat membantu untuk memfokuskan kembali perhatian pasien dan untuk menurunkan ansietas pada tingkat yang dapat ditanggulangi.

Kolaborasi
Ø  Koordinasikan/ikutsertakan pada pelatihan kognitif atau program rehabilitasi.
Rasionalnya : membantu dengan metode pengajaran yang baik untuk kompensasi gangguan pada kemampuan berfikir dan mengatasi masalah konsentrasi memori, daya penilaian, tuntutan dan menyelesaikan masalah.

¨      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)
Rasionalnya : pasien mampu mandiri (nilai 0) atau memerlukan bantuan/peralatan yang minimal (nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan (nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3); atau tergantung secara total pada pemberian asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.
Ø  Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
Rasionalnya : perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
Ø  Berikan/bantu untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasional : mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinyavena yang statis.
Ø  Instruksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunakan alat mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
Rasionalnya : proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
Ø  Berikan perawatan kulit dengan cermat, manase dan pelembab, dan ganti linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang)
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunakn resiko terjadinya ekskorriasi kulit.

¨      Resti infeksi berhubungan dengan kulit rusak, prosedur invasif
Intervensi
Mandiri
Ø  Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik
Rasionalnya : cara pertama untuk menghindari infeksi nosokomial
Ø  Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan sebagainya), catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasionalnya : deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Ø  Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil. Diaforesis, dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
Rasionalnya : dapat mengindikasikan perkembangna sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
Ø  Anjurkan untuk melakukan nafas dalam. Latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.
Rasionalnya : meningkatkan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia. Atelektasis. Catatan : drainase postural harus digunakan dengan hati-hati jika ada resiko terjadinya peningkatan TIK.
Ø  Berikan perawatan perineal. Pertahankan integritas dari sistem urine tertutup jika menggunakannya. Anjurkan untuk minum adekuat.
Rasionalnya : menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau infeksi yang merambah naik
Ø  Observasi warna / kerjernihan urine. Catat adanya bau busuk (yang tidak enak)
Rasionalnya : sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih yang memerlukan tindakan dengan segera.

Kolaborasi
Ø  Berkan antibiotik sesuai indikasi
Rasionalnya : terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami  trauma (perlukaan), kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Ø  Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi
Rasional : kultur/sensitivitas, pewarnaan gram dapat dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.

¨      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran)
Intervensi
Mandiri
Ø  Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
Rasionalnya : faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi
Ø  Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang hiperaktif.
Rasionalnya : fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedera kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau berkembangnya komplikasi, seperti paralitik ileus.
Ø  Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasionalnya : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
Ø  Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur
Rasionalnya : meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerja sama pasien saat makan
Ø  Kaji fase, cairan lambang, muntah darah dan sebagainya
Rasionalnya : pendarahan suakut/akut dapat terjadi (ulkus curhing) dan perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makan.

Kolabosi
Ø  Konsultasi dengan ahli gizi
Rasionalnya : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasikan kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit, sekarang (trauma jantung/masalah metabolisme)
Ø  Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti albumin darah, tranferin, keadaan asam amino, zat besi, ureum/kreatinin, elektrolit darah.
Rasionalnya : mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan respons terhadap terapi nutrisi tersebut.

¨      Perubahan proses keluarga dengan transisi dan krisis situasi
Intervensi
Mandiri
Ø  Anjurkan keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi perhatiannya tentang keseriusan kondisi, kemungkinan untuk meninggal, atau kecacatan (ketidakmampuan)
Rasionalnya : pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan koping terhadap realitas.
Ø  Berikan penguatan awal terhadap penjelasan tentang luasnya trauma, rencana pengobatan, dan prognosisnya. Berikan informasi yang tepat dan akurat pada tingkat pemahaman yang dapat diterima saat ini.
Rasionalnya : pasien/orang terdekat tidak dapat menyerap/memahami semua informasi yang disampaikan dan hambatan dapat terjadi sebagai akibat dari emosi karena trauma.
Ø  Kaji kekuatan yang dimiliki, seperti apakah usaha pengambilan keputusan bermanfaat atau malah tidak ada gunanya.
Rasionalnya : mungkin memerlukan bantuan untuk memfokuskan kekuatan agar menjadi efektif/meningkatkan koping.
Ø  Tentukan dan anjurkan untuk menggunakan cara-cara koping tingkah laku yang cukup berhasil yang sebelumnya dilakukan
Rasional : berfokus pada kekuatan dan penguatan kemampuan khusus.

Kolaborasi
Ø  Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan perawatan/pengambilan keputusan
Rasionalnya : memfasilitasi komunikasi, memungkinakn keluarga untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol.

¨      Kurang pengetahuan : kebutuhan belajar berhubungan dengan kurang informasi
Intervensi
Mandiri
Ø  Evalusi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga kelurganya.
Rasionalnya : memungkinakn untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual
Ø  Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengaruh sesudahnya.
Rasionalnya : membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
Ø  Berikan kembali/berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang, identifikasi program yang kontinu setelah proses penyembuhan.
Rasionalnya : aktivitas, pembatasan, pengobata/kebutuhan terapi yang direkomendasikan diberikan/disusun atas dasar pendekatan antar disiplin dan evaluasi amat penting untuk perkembangan pemulihan/pencegahan terhadap komplikasi.
Ø  Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Rasionalnya : berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual
Ø  Identifikasi tanda/gejala adanya faktor resiko secara individual, seperti kebocoran CSS yang lama, kejang pasca trauma.
Rasionalnya : mengenal berkembangnya masalah memberikan kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius.

0 comments:

Posting Komentar

Recent Posts

Categories

Unordered List

*

  • Web
  • Blog Anda
  • Text Widget

    Blog Archive

    Total Tayangan Halaman

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Kajian.Net