CONGESTIVE HEART FAILURE CARE (CHF)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan problem
kesehatan utama. Badan
Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 mencatat
lebih dari 55,9 juta orang meninggal karena akibat penyakit jantung diseluruh
dunia dan akan terus meningkat, ini
setara dengan 30,3% dari total kematian didunia (Yahya, 2008).
Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat penyakit jantung menduduki
peringkat pertama penyebab kematian. Kematian akibat Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJPD) di seluruh Amerika Serikat pada tahun 1996 mencapai 959.227
orang, yakni 41,4% dari seluruh kematian. Setiap hari 2600 penduduk meninggal
akibat penyakit ini. Meskipun berbagai pertolongan mutakhir telah diupayakan,
namun setiap 33 detik tetap saja seorang warga Amerika meninggal akibat
penyakit ini. Dari jumlah tersebut, 476.124 kematian disebabkan oleh gagal
jantung. Pada tahun 1999 diperkirakan 1.100.000 warga
Amerika mengalami gagal jantung (Ulfah, 2008).
Pengobatan penyakit jantung
yang dilakukan sesuai dengan standar Internasional sangat besar biayanya, dan
merupakan beban yang berat untuk negara. Permasalahan ini sudah dikeluhkan oleh negara-negara maju, baik di benua
Amerika, Eropa, maupun Australia. Bagi negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia, sulit rasanya pengobatan yang ideal dapat dilaksanakan pada
semua pasien (Ulfah, 2008).
Saat ini penyakit kardiovaskular yang didalamnya termasuk gagal
jantung telah
menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Penyebab
selurah kematian yaitu 16 persen pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992.
Pada SKRT 1995 meningkat menjadi 18,9 persen. Hasil Suskernas 2001 malahan memperlihatkan
angka 26,4 persen (Yahya, 2008). Budiarso dkk, melaporkan prevalensi
penyakit jantung di Indonesia adalah 18,3/100,000 penduduk pada golongan umur
15-24 tahun, dan meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada umur 55 tahun
(Kabo, 2008). Di Sumatera Selatan jumlah prevalensi
penyakit jantung pada tahun 2005 sebanyak 39,6 per 10.000 penduduk, termasuk
didalamnya penyakit jantung koroner (Dinkes Provinsi Sumsel, 2005 ).
Survey Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) tahun 2004 yang bekerjasama dengan Promkes Depkes, Litbang dan BPS
tahun 2004 hasilnya sungguh memprihatinkan. Tiga faktor resiko utama yang
saling terkait sebagai Penyakit Tidak Menular (PTM) yaitu penyakit jantung,
stroke, dan hipertensi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok,
kurang aktivitas fisik, makan tidak seimbang, kegemukan, diet rendah serat (kurang
buah dan sayur), tinggi kalori/lemak hewani, keadaan stress, dll yang terus
meningkat (Yayasan Jantung Indonesia, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian
Guru Besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Dede Kusmana (2005), disebutkan 99
persen penyakit jantung memang disebabkan oleh perubahan pola dan gaya hidup.
Perubahan itu membuat masyarakat kurang aktif bergerak, mengkonsumsi makanan
berlemak (kolesterol tinggi), merokok, dan stress. Inilah yang dapat memicu
munculnya resiko penyakit jantung (Emporium, 2008).
Perawatan penderita penyakit
jantung bukan hanya menggunakan obat saja tetapi juga dengan merubah gaya hidup
menjadi lebih baik (Soeharto, 2004). Semakin tidak baik gaya hidup
seseorang semakin besar kemungkinan terjadinya serangan ulang penyakit jantung.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar
keperawatan medical bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
khususnya pada gangguan sistem kardiovaskuler “CHF”
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah menyelasaikan
praktikum dan seminar, mahasiswa mampu:
a)
Menjelaskan tinjauan pustaka tentang Congestif Heart
Failur (CHF)
b) Melakukan pengkajian pada klien Congestif Heart Failur (CHF)
c) Menganalisa data-data yang ditemukan pada
klien Congestif Heart Failur
(CHF)
d)
Membuat nursing care planning pada klien Congestif Heart
Failur (CHF)
e)
Melakukan implementasi keperawatan pada klien Congestif
Heart Failur (CHF)
f)
Melakukan
evaluasi dari implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien Congestif
Heart Failur (CHF)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS CHF
2.1 Defenisi
Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.(Brunner
& Suddarth, 2002)
Gagal jantung kongestif
terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan venrikel tidak mampu
memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastolik, hal ini menyebabkan
volume diastolik-akhir ventrikel secara progresif bertambah (Corwin.J.E, 2001)
Gagal jantung kongestif adalah
gagal serambi kiri/atau kanan dari jantung mengakibatkan ketidakmampuan untuk
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.(Doenges, 2000)
2.2
Anatomi dan fisiologi
2.2.1 Anatomi jantung
2.2.2 Fisiologi
jantung
1. Elektrofisiologi
Aktivitas listrik jantung
terjadi ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak
menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel
mengakibatkan apa yang di namakan potensial aksi jantung
Pada keadaan istirahat, otot
jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan
listrik antara bagian dalam membran yang bermuatan negative dan bagian luar
yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik,
mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membrane sel berubah dan ion bergerak
melintasinya. Dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan
menjadi positif. Kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi. Sel otot jantung
normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangganya mengalami
depolarisasi, meskipun dapat juda terdepolarisasi akibat stimulasi listrik
eksternal. Depolarisasi sebuah sel system hantaran khusus yang memadai akan mengakibatkan
depolarisasi dan kontraksi seluruh miokardium.
Repolarisasi terjadi saat sel
kembali ke adaan dasar (menjadi lebih negative), dan sesui dengan relaksasi
otot miokardium
Setelah imfluks natrium cepat
ke dalam sel selama depolarisasi, permeabilitas membrane sel terhadap kalsium
akan berubah, sehingga memungkinkan ambilan kalsium ke dalam sel. Imfluks
kalsium, yang terjadi selama fase plateau repolarisasi, jauh lebih lambat
disbanding natrium dan berlansung lebih lama. Interaksi antara perubahan voltase
membrane dan kontraksi otot dinamakan kopling elektromekanikal.
Otot jantung tidak seperti
otot lurik atau otot polos, mempunyai periode refraktori yang panjang, pada
saat sel tidak dapat menstimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi
jantung dari kontrraksi berkepanjangan, yang dapat menyebabkan henti jantung
mendadak.
Kopling elektromekanikal dan
kontraksi jantung yang normal tergantung pada komposisi cairan intertisial
sekitar otot jantung. Komposisi cairan terebut pada gilirannya tergantung pada
komposisi darah. Maka perubahan konsentrasi kalsium dapat mempengaruhi
kontraksi otot jantung. Perubahan konsentasi kalium darah juga penting, karena
kalium mempengaruhi voltase listrik normal sel.
2. Hemodinamika jantung
Prinsip penting yang menentukan
arah aliran darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
tekanan rendah. Tekanan yang bertanggung jawab terhadap aliran darah dalam
sirkulasi normal di bangkitkan oleh kontraksi otot ventrikel. Ketika otot
berkontraksi, darah terdorong dari ventrikel ke aorta selama periode dimana tekanan ventrikel kiri
melebihi tekanan aorta. Bila kedua tekanan enjadi seimbang, katup aorta akan
menutup dan keluaran dari ventrikel kiri terhenti. Darah yang telah memasuki
aorta akan menaikan tekanan dalam pembuluh darah tersebut. Akhirnya terjadi
perbedaan tekanan yang akan mendorong darah secara pforegsif ke arteri, kapiler
dan vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan karena tekanan dalam kamar ini
lebih rendah dari tekanan vena. Perbedaan tekanan juga bertanggung jawab
terhadap aliran darah dari arteri pulmonalis ke paru dan kembali ke atrium
kiri. Perbedaan tekanan dalam sirkulasi pulmonal secara bermakna lebih rendah
dari tekanan sirkulasi sistemik karena tahanan aliran di pembuluh darah
pulmonal lebih rendah.
3. Siklus jantung
Perhatikan perubahan tekanan
yang terjadi dalam kamar jantung selama siklus jantung, dimulai dengan
diastolic saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolic, katup
atrioventrikularis terbuka dan kemudian ke ventrikel. Mendekati akhir periode
diastolic tersebut, otot atrium akan berkontraksi sebagai respons terhadap
sinyal yang ditimbulkan oleh nodus SA. Kontraksi kemudian meningkatkan tekanan
di dalam atrium dan mendorong sejumlah darah ke ventrikel. Darah yang masuk
tadi akan meningkatkan volume ventrikel sebanyak 15% sampai 25%. Pada titik
ini, ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi (sistolik) sebagai respon
terhadap propagasi impuls listrik yang dimulai di nodus SA beberapa milidetik
sebelumnya selama sistolik, tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat, mendorong katup AV untuk
menutup, konsekuensinya tidak ada lagi pengisian ventrikel dari atrium, dan
darah yang disemburkan dari ventrikel tidak dapat mengalir balik ke atrium.
Peningkatan tekanan secara cepat di dalam ventrikel akan mendorong katup
pulmonalis dan aorta terbuka, dan darah kemudian disemburkan ke arteri
pulmonalis dank ke aorta. Keluarnya darah mula-mula nya cepat dan kemudian,
ketika tekanan masing-masing ventrikel dan arteri yang bersangkutan mendekati
keseimbangan, aliran darah secara bertahap melambat.
Pada saat berakhirnya
sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan tekanan dalam kamar menurun dengan
cepat. Penurunan tekanan ini cenderung mengakibatkan darah mengalir balik dari
arteri ke ventrikel, yang mendorong katup semiluner untuk menutup, secara
bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun dratis sampai di bawah
tekanan atrium, nodus AV akan membuka, ventrikel mulai terisi, dan urutan
kejadian berulang kembali.
Penting diingat bahwa kejadian
mekanis yang berhubungan dengan pengisian dan penyemburan oleh jantung sangat
berhubungan erat dengan kejadian listrik yang mengakibatkan kontraksi dan
relaksasi jantung, saat mengamati, perlu diingat bahwa kejadian listrik (EKG)
mendahului kejadian mekanis (tekanan)
Kejadian yang baru diterangkan
di atas menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan secara berulang didalam
ventrikel. Tekanan maksimal yang dapat dicapai dinamakan tekanan sistolik dan
tekanan minimalnya adalah tekanan diastolic.
4. Curah jantung
Curah jantung adalah jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel selama satu satuan waktu. Curah jantung
pada orang dewasa normal 5 L/ menit namun sangat bervariasi, tergantung
kebutuhan metabolisme tubuh.
Curah jantung (CO) sebanding dengan volume
sekuncup (SV) kali frekuensi jantung (HR)
CO = SV X HR
Volume sekuncup
Volume sekuncup adalah
sejumlah darah yang di semburkan setiap denyut. Maka curah jantung dapat
dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup maupun, frekuensi jantung. Frekuensi
jantung istirahat pada orang dewasa rata-rata 60-80 denyut / menit dan
rata-rata volume sekuncupsekitar 70 ml / denyut
Kontrol frekuensi jantung
Karena fungsi jantung adalah
mensuplai darah keseluruh jaringan tubuh, maka keluarannya harus dapat berubah
sesuai perubahan metabolisme jaringan itu sendiri, misalnya, selama latihan,
curah jantung total dapat meningkat sampai empat kali, sampai 20 L / menit.
Peningkatan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan frekuensi jantung dan
volume sekuncup sebanyak dua kali lipat. Perubahan frekuensi jantung dapat
terjadi akibat control refleks yang dimediasi oleh system syaraf otonom,
meliputi bagian simpatis dan para simpatis. Impuls parasimpatis, yang berjalan
ke jantung melalui nervus vagus, dapat memperlambat frekuensi jantung,
sementara impuls simpatis meningkatkannya. Efeknya terhadap frekuensi jantung
berakibat mulai dari aksi pada nodus SA untuk meningkatkan maupun menurunkan
kecepatan depolarisasi instrnsiknya. Keseimbangan antara kedua refleks tadi
mengontrol system yang normanya menentukan frekuensi jantung.
Frekuensi jantung dirangsang juga oleh peningkatan
kadar katekolamin, yang disekresikan oleh kelenjer adrenal, dan oleh adanya
kelebihan hormon tiroid, yang menghasilkan efek menyerupai katekolamin.
Control volume sekuncup
Volume sekuncup terutama ditentukan oleh tiga
factor :
- kontraktilitas instrintik otot jantung
- derajat peregangan otot jantung sebelum kontraksi (prelioad)
- tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyemburkan darah selama kontraksi (afterload)
Kontraktilitas intrinsik
Merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan tenaga yang dapat
dibangkitkan oleh kontraksi miokardium pada kondisi tertentu. Kontraksi ini dapat meningkat akibat katekolamin
yang beredar, aktivitas saraf simpatis, dan berbagai obat, seperti digitalis,
serta dapat menurunkan akibat hipoksia dan asidosis. Peningkatan kontraksilitas
dapat terjadi pada peningkatan volume sekuncup.
Faktor kedua yang mempengaruhi
volume sekuncup adalah preload, merupakan tenaga yang menyebabkan otot
ventrikel meregang sebelum mengalami eksitasidan kontraksi. Preload ventrikel
ditentukan oleh volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolic. Semangkit
besar preload, semangkin besar volume sekuncupnya, sampai pada titik dimana
otot sedemikian teregangnya dan tidak mampu berkontraksi lagi. Hubungan antara
peningkatan volume sekuncup dan peningkatan volume akhir diastolic ventrikel
pada kontraktilitas intrinsic tertentu dinamakan hukum starling jantung,
yang didasarkan pada kenyataan bahwa semangkin besar panjang awal atau
keregangan otot jantung, semangkin besar
pula derajat pemendekan yang akan terjadi. Akibatnya terjadi peningkatan
interaksi antara sarkomer filamen tebal dan tipis.
Faktor ketiga yang mempengaruhi
volume sekuncup adalah afterload, suatu tekanan yang harus dilawan ventrikel
untuk menyemburkan darah. Tahanan terhadap ejeksi ventrikel kiri dinamakan tahanan
vaskuler sistemik (SVR). Tahanan oleh tekanan pulmonal terhadap ejeksi
ventrikel dinamakan tahanan vaskuler pulmonal (PVR). Peninggian afterload akan
mengakibatkan penurunan volume sekuncup.
Jantung dapat mencapai
peningkatan volume sekuncup yang cukup besar, selama latihan fisik, dengan
meningkatkan preload, melalui peningkatan aliran balik vena, dan
kontraktilitas, melalui pengeluaran system saraf simpatis, serta dengan
menurunkan afterload (melalui vasodilatasi perifer yang akan menurunkan tekanan
aorta)
Presentase volume akhir
diastolik yang disemburkan pada tiap kuncup dinamakan fraksi ejeksi. Dan
jantung normal menyemburkan 55% - 75% volume akhir diastolik. Fraksi ejeksi
dapat digunakan sebagai indeks kontraktilitas miokardium dan akan menurun bila
kontraktilitas jantung menurun.
2.2 Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat
disebabkan oleh berbagai hal, secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan
sebagai berikut :
a)
Disfungsi miokard (kegagalan miokard)
b) Beban tekanan berlebihan – pembebanan
sistolik (systolic overload)
c)
Beban volume berlebihan – pembebanan diastol (diastolic
overload)
d) Peningkatan kebutuhan metabolic –
peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)
e)
Gangguan pengisian (hambatan input)
2.3 Manifestasi Klinik
- Efek dari gagal jantung kiri :
Ø Penurunan tekanan darah sistemik
Ø Kelelahan
Ø Peningkatan kecepatan denyut jantung
Ø Penurunan pengeluaran urine
Ø Ekspansi volume plasma
Ø Peningkatan kongesti paru
Ø Bila keadaan memburuk dapat terjadi gagal
jantung kanan
- Efek dari gagal jantung kanan :
Ø Penurunan aliran darah paru
Ø Penurunan oksigenisasi darah
Ø Kelelahan
Ø Penurunan tekanan darah sistemik ( akibat
penurunan pengisian jantung kiri )
Ø Peningkatan pen imbunan darah dalam vena, edema
pergelangan kaki dan tungkai
Ø Distensi vena jugularis
Ø Hepatomegali dan splenomegali
2.2
Komplikasi
- Syok Kardiogenik
Merupakan stadium akhir
disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif terjadi bila ventrikel
kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan
kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital ( jantung, otak, ginjal ).
- Episode Tromboembolik
Kurangnya mobilitas pasien
penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini
berperan dalam pembentukan trombus intrakardial dan intravaskuler.
- Efusi Perikardial
Efusi perikardial mengacu pada
masuknya cairan ke dalam kantung perikardium. Kejadian ini biasanya disertai
dengan perikarditis, gagal jantung atau bedah jantung.
2.3
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
- Dapat tedengar bunyi jantung ketiga.
- Identifikasi radiologis adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel dapat mengidikasikan gagal jantung.
- Identifikasi pembesaran ventrikel dengan magnetic resonance imaging (MRI) atau ultrasonografi dapat mengindikasikan adanya gagal jantung.
- Pengukuran tekanan diastolik akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang dimasukan ke dalam arteri pulmonalis ( mencerminkan tekanan ventrikel kiri ) atau ke dalam vena kava ( mencerminkan tekanan ventrikel kanan ) dapat mendiagnosis gagal jantung. Tekanan ventrikel kiri biasanya mencerminkan volume ventrikel kiri.
- Ekokardiografi dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung dan kelainan kontraktilitas.
2.4
Penatalaksanaan Medis / Pengobatan
- Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan jantung.
- Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena dan peradangan terhadap serat-serat otot jantung berkurang.
- Diberikan digoxin ( digitalis ) untuk meningkatkan kontraktilitas jantung.
- Diberikan penghambat enzim pengubah angiotensin ( inhibitor ACE ) untuk menurunkan pembentukan angiotensin II.
2.5
Penatalaksanaan Keperawatan
- Dasar Data Pengkajian Pasien
a). AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : - keletihan / kelelahan terus menerus
sepanjang hari
-
insomnia
-
nyeri
dada dengan aktivitas
-
dispnea
pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda : - gelisah, perubahan status mental, misal
letargi
-
tanda
vital berubah pada aktivitas
b). SIRKULASI
Gejala : riwayat hipertensi, infark miokard baru / akut, episode gagal
jantung
kongestif ( GJK ) sebelumnya,
penyakit katup jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok
septik, bengkak pada kaki, telapak kaki,
abdomen ( pada gagal bagian
kanan )
Tanda : - tekanan darah mungkin
rendah ( gagal pemompaan ), normal : ( GJK
ringan atau kronis ),
atau tinggi ( kelebihan beban cairan )
-
tekanan
nadi : mungkin sempit menunjukan penurunan volume sekuncup
-
frekuensi
jantung : takikardia ( gagal jantung kiri )
-
irama
jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur /
takikardia, blok jantung
-
nadi
apikal : mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri
-
bunyi
jantung : S3 ( gallop ) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin
lemah, murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup
atau insufisiensi
-
nadi
: nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyut dapat terjadi, nadi
sentral mungkin kuat, misal nadi jugularis karotis, abdominal terlihat
-
warna
: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
-
punggung
kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
-
hepar
: pembesaran / dapat teraba, refleks hepatojugularis
-
bunyi
napas : krekels, ronki
-
edema
: mungkin dependen umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas
c). INTEGRITAS EGO
Gejala : ansietas, khawatir, takut
stress yang berhubungan dengan penyakit /
keprihatinan finansial
Tanda : berbagai manifestasi perilaku, misal : ansietas, marah,
ketakutan, mudah
tersinggung
d). ELIMINASI
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap
berkemih malam hari ( nokturia )
diare / konstipasi
e). MAKANAN / CAIRAN
Gejala : kehilangan nafsu makan
mual / muntah
penambahan BB signifikan
pembengkakan pada ekstremitas
bawah
pakaian / sepatu terasa sesak
Tanda : penambahan BB cepat
Distensi abdomen ( asites ), edema ( umum
dependen, tekanan pitting )
f). HIGIENE
Gejala : keletihan / kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan
diri
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
g). NYERI / KENYAMANAN
Gejala : nyeri dada,
angina akut atau kronis
Nyeri abdomen kanan atas
Sakit pada otot
Tanda : tidak tenang, gelisah
Fokus menyempit ( menarik diri )
Perilaku melindungi diri
h). PERNAFASAN
Gejala : dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan
beberapa bantal
Batuk dengan / tanpa
pembentukan sputum
Riwayat penyakit paru kronis
Penggunaan bantuan pernapasan, misal : oksigen
atau medikasi
Tanda : - pernapasan : takipnea,
napas dangkal, pernapasan labored : penggunaan
otot aksesori pernapasan,
nasal faring
- batuk : kering / nyaring / non
produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan / tanpa pembentukan
sputum
- sputum : mungkin bercampur
darah merah muda/berbuih (edema pulmonal)
- bunyi napas : mungkin tidak terdengar dengan
krakles basilar dan mengi
i). KEAMANAN
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan
j). PEMBELAJARAN / PENGAJARAN
Gejala : menggunakan / lupa menggunakan obat-obat jantung
Tanda : bukti tentang ketidak berhasilan untuk meingkatkan pertimbangan
rencana
pemulangan : - Perubahan dalam terapi / pengguna
obat
- Perubahan dalam tatanan
fisik rumah
k). PRIORITAS KEPERAWATAN
a. Peningkatan kontraktilitas miokardial / fungsi sistemik
b. Penurunan kelebihan
volume cairan
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan
informasi tentang penyakit / prognosis
l). TUJUAN PEMULANGAN
a. Curah jantung mencukupi untuk kebutuhan individu
b. Komplikasi teratasi
c. Tingkat aktivitas optimum / fungsi tercapai kembali
d. Proses / prognosis penyakit serta regimen terapi dimengerti
2. Diagnosa keperawatan,
intervensi, dan rasional
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik
Hasil yang diharapkan :
§ Menunjukkan tanda vital dalam batas yang
dapat diterima (distritmia terkontrol atau hilang) dan Bebas dari gagal jantung
(misal, para meter hemodinamika dalam batas normal, haluaran urine adekuat)
§ Melaporkan penurunan episode dispnea,
angina
§ Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Auskultasi nadi apikal; kaji frekuensi, irama
jantung
Catat bunyi jantung
Palpasi nadi perifer
Pantau tekanan darah (TD)
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Pantau haluaran urine, catat penurunan
haluaran dan kepekatan/konsentrasi
urine
Berikan istirahan psikologi dengan lingkungan
tenang; menjelaskan manajemen medik/keperawatan; membantu pasien menghindari
situasi stress, mendengan/berespons terhadap ekspresi perasaan/takut
Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal,
pembengkakan, kemerahan lokal atau pucat pada ekstremitas
Kolaborasi
Berikan oksigen tembahan dengan kanula
nasal/masker sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi
Misal: Diuretik, Vasodilator, Captopril, Morfin
sulfat, Tranquilizer/sedatif, Antikoagulan
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total
sesuai indikasi. Hindari cairan garam
Pantau seri EKG dan perubahan foto dada
Pantau pemeriksaan laboatorium, contoh BUN,
kreatinin
Pemeriksaan fungsi hati (AST/LDH)
PT/APTT/pemeriksaan koagulasi
Siapkan untuk insersi /mempertahankan alat pacu
jantung, bila diindikasikan
|
Biasanya terjadi takikardia (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler. KAP,
PAT, MAT, PVC dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK meskipun lainnya
juga terjadi
S1 dan S2 meskipun lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukan inkompetensi/stenosis katup
Penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial
Pada GJK dini, sedang atau kronis TD dapat
meningkat sehubungan dengan SVR. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena kongesti vena
Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung
dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama
sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada
malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.
Stress emosi menghasilkan vasokontriksi, yang
meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung
Menurunnya curah jantung, bendungan/statis vena
dan tirah baring lama meningkatkan risiko tromboflebitis
Meningkatkan sedian oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia
Banyaknya obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunnya
kongesti
Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel
kiri, pasien tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload).
Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan
dan meningkatkan kerja miokard
Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada
penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal
Peningkatan BUN/ kreatinin menunjukan
hipoperfusi/gagal ginjal
AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan
kongesti hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil
yang didetoksikasi oleh hati
Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau
keefektifan terapi koagulan
Mungkin perlu untuk memperbaiki bradistritmia
tak responsif terhadap intervensi obat yang dapat berlanjut menjadi gagal
kongestif/menimbulkan edema paru
|
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan
Hasil yang diharapkan :
§ Berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
§ Mencapai peningkatan toleransi aktivitas
yang dapat diukur, dibuktikan dengan menurunnya kelemahan dan kelelahan tan
tanda vital BDN selama aktivitas
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah
aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat
beta
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas,
catat takikardi, distritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Kaji presipitator/ penyebab kelemahan contoh
pengobatan, nyeri, obat
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Kolaborasi
Implementasi program rahabilitasi
jantung/aktivitas
|
Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau
pengaruh fungsi jantung
Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan
segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan
Kelemahan adalah efek samping beberapa obat
(beta bloker, traquilizer, dan sedatif). Nyeri dan program penuh stres juga
memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung dari pada kelebihan aktivitas
Peningkatan terhadap pada aktivitas menghindari
kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stres, bila
disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali
|
c) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air
Hasil yang diharapkan :
§ Mendemontrasikan volume cairan stabil
dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda
vital ddalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, dan tak ada edema
§ Menyatakan pemahaman tantang/pembatasan
cairan individual
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
saat hari dimana diuresis terjadi
Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran selama 24 jam
Pertahankan duduk atau tirah baring dengan
posisi semi-fowler selama fase akut
Buat jadwal pemasukan cairan, digabungan dengan
keinginan minum bila mungkin. Berikan perawatan mulut/es batu sebagai bagian
kebutuhan cairan
Timbang berat badan setiap hari
Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat
area tubuh dependen untuk edema
dengan/tanpa pitting; catata adanya edema tubuh umum (anasarka)
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual,
distensi abdomen, konstipasi
Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot
Kolaborasi
Pemberian obat sesuai indikasi
§ Diuretik, contoh furosemid (lasix);
bumetanide (bumex)
§ Tiazid dengan agen pelawan kalium,
contoh spironolakton (aldakton)
§ Tambahan kalium contoh K Dur
Mempertahankan cairan / pembatasan natrium
sesuai indikasi
|
Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat
(khususnya selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal . posisi telentang
membantu diuresis, sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada
malam/selama tirah baring
Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/ asites masih ada
Posisi telentang meningkatkan fungsi filtrasi
ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis
Melibatkan pasien dalam program terapi dapat
meningkatkan perasaan mengontrol dan kerjasama dalam pembatasan
Catat perubahan/hilangnya edema sebagai respons
terhadap terapi. Peningkatan cairan 2,5 kg menunjukkan kurang lebih 21
cairan, sebaliknya diuretik dapat mengakibatkan cepatnya
kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan BB.
Retensi cairan yang berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer
mulai pada kaki/mata kaki (atau area dependen) dan meningkat sebagai
kegagalan yang paling buruk
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya/peningkatan kongesti
paru, gagal jantung
Kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal
Pada gagal jantung kanan lanjut, cairan dapat
berpindah kedalam area peritoneal , menyebabkan meningkatnya lingkat abdomen
(asites)
Tanda defisit kalium dan natrium yang dapat terjadi sehubungan perpindahan
cairan dan terapi diuretik
Meningkatkan laju aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal
Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium
berlebihan
Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping
terapi diuretik, yang dapat mempengaruhi fungsi jantung
Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan
|
DAFTAR PUSTAKA
- Brunner & Suddarth,(2002), Edisi 8, Buku
ajar keperawatan medikal bedah, Jakarta, EGC
- Carpenito,(1999), Edisi 2, Rencana asuhan
& Dokumentasi keperawatan, Jakatra, EGC
- Corwin.J.E,(2001), Buku saku
patofisiologi, Jakarta, EGC
- Doenges,(2000), Edisi 3, Rencana asuhan
keperawatan, Jakarta, EGC
- Soeparman,(1993), Edisi 2, Ilmu
penyakit dalam, Jakarta, FKUI
- Stanley.M,(2007), Edisi 2, Buku ajar
keperawatan gerontik, Jakarta, EGC
0 comments:
Posting Komentar